QRIS di Pasar Tradisional Cibinong: Kemudahan atau Tantangan?

0
Pedagang Pasar Tradisional Cibinong, Kabupaten Bogor, mulai menerapkan sistem pembayaran digital( foto : Bogor Today)

NARASITODAY.COM- Di tengah pesatnya era digitalisasi, penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) semakin meluas, termasuk di sektor yang mungkin tak terduga sebelumnya: pasar tradisional.

Sejak tahun 2022, Pasar Tradisional Cibinong, Kabupaten Bogor, mulai menerapkan sistem pembayaran digital ini.

Langkah ini menciptakan beragam reaksi dari pedagang dan pembeli, antara pro dan kontra.

QRIS, Solusi Praktis bagi Pedagang dan Pembeli

Tanto (47), seorang pedagang beras di pasar tersebut, merasa puas dengan hadirnya pembayaran melalui QRIS. Baginya, sistem ini mempermudah proses transaksi, terutama bagi konsumen yang jarang membawa uang tunai.

“Bagus, karena kan sekarang kebanyakan orang nggak bawa uang cash, jadi dengan QRIS ini cukup membantu,” ujar Tanto.

Baca Juga :  Memanfaatkan Air Hujan, Tim PPK ORMAWA HIMASKA Membangun Sistem Pemanenan Air Hujan di Desa Kalong Liud

Ia juga menganggap metode pembayaran digital ini sebagai sebuah kemajuan besar dalam perdagangan di pasar tradisional.

Senada dengan Tanto, Astri Wulansari (34), seorang pembeli di Pasar Cibinong, mengaku terbantu dengan adanya QRIS. Menurutnya, QRIS menawarkan kemudahan yang tidak bisa diberikan oleh metode pembayaran tunai.

“Simpel aja sih, kadang suka malas ngambil duit ke bank, jadi ini solusi juga,” ungkap Astri, Sabtu (7/09).

Tantangan Sosialisasi dan Edukasi

Namun, tidak semua pihak merasa demikian. Abdul Ghani (54), pedagang sembako di pasar yang sama, mengakui bahwa meskipun QRIS membantu, ia merasa penerapannya di Pasar Cibinong masih menemui kendala.

Baca Juga :  Pj Bupati Bogor Hadiri Peresmian Dapur Sahabat Roti Prabudana di Lapas Kelas II A Cibinong

Menurutnya, banyak pembeli yang belum familiar dengan metode ini, sehingga ia sering harus memberikan penjelasan terlebih dahulu.

“Sebenarnya ada membantunya juga, tapi kurang cocok diterapkan di pasar tradisional Cibinong seperti ini. Soalnya banyak yang kurang ngerti, jadinya gimana pembeli aja mau pakai apa bayarnya,” jelas Ghani.

Sementara itu, Siti Fauziah (58), seorang pembeli, justru merasa kesulitan dengan sistem QRIS. Baginya, pembayaran digital adalah hal yang rumit dan ia lebih nyaman menggunakan uang tunai.

“Saya nggak ngerti, jadi ribet. Saya bayar cash aja kalau belanja jadinya,” kata Siti.

Adaptasi Menuju Era Digital

Penerapan QRIS di Pasar Tradisional Cibinong menggambarkan upaya untuk membawa teknologi digital ke ranah yang lebih tradisional.

Baca Juga :  Jaga Kekompakan Jelang Pemilihan Ketua APDESI Kabupaten Bogor, Ini Pesan Jaro Ade

Namun, seperti halnya inovasi lainnya, adopsi teknologi ini memerlukan waktu dan edukasi bagi semua pihak yang terlibat.

Bagi pedagang dan pembeli yang lebih familiar dengan pembayaran digital, QRIS menjadi solusi praktis. Sebaliknya, bagi mereka yang belum terbiasa, sistem ini bisa menjadi tantangan tersendiri.

Ke depan, jika edukasi dan sosialisasi tentang QRIS semakin gencar dilakukan, bukan tidak mungkin sistem ini akan semakin diterima oleh masyarakat pasar tradisional.

Bagaimanapun juga, digitalisasi di sektor ini menawarkan potensi untuk memodernisasi transaksi dan memberikan kenyamanan bagi banyak orang.

QRIS: Kemajuan atau beban? Pada akhirnya, pilihan ada di tangan pengguna.