Awas Ancaman Nyata, PKS Jabar Sebut Jika biaya UKT Tetap Naik Mahasiswa Terancam Gunakan Pinjol

0

NARASITODAY.COM- Naiknya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi negeri, terutama yang berstatus badan hukum atau PTN-BH, menuai polemik. Bahkan tak sedikit mahasiswa berunjuk rasa menolak kenaikan biaya UKT karena dianggap tidak masuk akal.

Merespons polemik tersebut, Ketua DPW PKS Jabar, Haru Suandharu menuturkan, penetapan biaya UKT harus lebih mempertimbangkan kondisi masyarakat. Sehingga mereka yang ingin memperoleh pendidikan tidak semakin terbebani.

Baca Juga :  Antisipasi ‘Perang Sarung’ Selama Ramadhan, Ketua DPRD Rudy Susmanto Minta Orang Tua Wajib Awasi Anaknya

“Saya kira kondisi masyarakat saat ini sudah berat. Bahkan sangat berat. Kenaikan UKT jelas akan membebani rakyat,”kata Haru Suandharu, Jumat (23/5/2024).

Menurut Haru, pemerintah pusat maupun daerah harus mencari solusi terbaik dengan langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Pemerintah perlu menyerap aspirasi masyarakat dan mencari tahu alasan perguruan tinggi menaikan UKT.

“Perlu didalami mengapa PT menaikkan UKT. Apakah hanya ingin meningkatkan profit atau kesejahteraan secara sepihak, atau justru mereka sedang mengalami tekanan dalam pengelolaan akibat kondisi ekonomi,” ucapnya.

Baca Juga :  Dua Pria Pembawa Ratusan Butir Obat Keras Nekat Nyuri Handphone di Cariu 

Berkaca dari kasus-kasus sebelumnya dimana sejumlah perguruan tinggi memanfaatkan pinjaman online (pinjol) sebagai solusi dan alternatif mahasiswa membayar UKT, Haru menegaskan tidak ingin langkah tersebut kembali dilakukan.

“Jangan sampai solusinya diserahkan kepada pinjol. Jabar sudah sangat bermasalah dengan besarnya pinjol yang kurang lebih mencapai 14 triliun. Dua kali APBD Kota Bandung,” beber Haru.

Baca Juga :  SETELAH BANYAK DIPROTES AKHIRNYA KENAIKAN UKT DIBATALKAN

Haru mengingatkan pemerintah agar tidak lepas tangan dalam persoalan kenaikan UKT. Sebab jika tidak segera diselesaikan, permasalahan tersebut berpotensi semakin rumit dan menjadi krisis sosial.

“Tidak hanya mengancam potensi Indonesia Emas 2045 dan bonus demografi, tapi anugerah bisa berubah jadi musibah,” pungkas bakal calon gubernur Jabar tersebut.